Horas ma di hita saluhutna. Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu.
Dalihan Na Tolu sebagai system kekerabatan orang batak mempunyai
nilai yang tidak kalah penting dengan system lain yang sangat populer
saat ini, yaitu Demokrasi. “Dalihan Na Tolu” ini melambangkan sikap hidup orang batak dalam bermasyarakat. Sistem
kekerabatan orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak
dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut DALIHAN NA TOLU. Dalihan dapat diterjemahkan sebagai “tungku” yang mengandung arti yang sama, ‘3 POSISI PENTING’ dalam kekerabatan orang Batak.
Pengertian Dasar Dalihan Na Tolu
Dahulu untuk keperluan memasak beras (boras) menjadi nasi (indahan) orang Batak menggunakan periuk tanah (hudon tano) yang dipanaskan di atas suatu tungku yang unik.
Tungku unik itu tersusun atas tiga batu besar berukuran sama.
Bagaimanakah tiga batu itu bisa menjadi sebuah tungku? Ketiga batu
berukuran sama itu diletakkan dalam satu lingkaran dengan jarak sama
satu dengan lainnya sehingga posisi ketiganya seimbang untuk menopang
periuk atau kuali di atasnya.
Tentu, batu itu adalah batu pilihan yang kokoh dan tidak mudah pecah
oleh panas. Kemudian, di antara kaki-kaki batu itu ditaruh kayu bakar
dan nyala api akan memanaskan periuk tanah yang berisi beras dan air di
atas ketiga batu itu.
Nama tungku yang terbuat dari tiga batu itu adalah Dalihan Na Tolu.
Dalihan = tungku, Na = yang, Tolu = tiga (Tungku yang tiga)
Dalihan Na Tolu: Falsafah Hidup Orang Batak Yang Turun Temurun Sampai Hari Ini
Ternyata Dalihan Na Tolu itu menjadi filsafat utama orang Batak
yang bertahan sampai saat ini dan menjadi pegangan dalam interaksi
sesama orang Batak. Ketiga batu yang sama kuat itu dilambangkan sebagai
tiga pihak yang sama kuat dan menjadi satu kesatuan yang seimbang, yang
terdiri dari :
- Somba Marhula-hula
- Manat Mardongan Tubu
- Elek Marboru
Dalihan Na Tolu: Falsafah Hidup Orang Batak
1. Somba marhula-hula (hormat kepada pihak Hula-hula).
Somba = hormat. Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari
isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam
pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada
semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba
marhula-hula).
2. Manat mardongan tubu (hati-hati kepada pihak semarga)
Manat = hati-hati. Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga
Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya
lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling
berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya
kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan
satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan
pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun kepada semua orang
Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara
semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
3. Elek marboru (membujuk/ melindungi pihak Boru)
Elek= bujuk. Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang
mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati
posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam
pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun
walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan
dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk,
diistilahkan: Elek marboru.
Adat Batak menentukan sikap terhadap ketiga kelompok tsb, yaitu Somba, Manat, dan Elek.
Kita bisa menjadi bagian dari masing-masing pihak dalam perjalanan
hidup kita menghadapi orang Batak lainnya. Dengan demikian, semua orang
Batak dapat menduduki salah satu posisi tsb, tidak selalu dalam posisi
Boru atau posisi Dongan Tubu. Semua posisi itu sama kuatnya dan sama
pentingnya serta saling melengkapi satu sama lainnya seperti ketiga batu
yang membentuk tungku itu di masa lalu.
Dalihan Na Tolu ini menjadi pedoman hidup orang Batak dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalihan Na tolu bukanlah kasta karena setiap
orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut: ada saatnya menjadi Hula
hula, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu dan ada saatnya menjadi
BORU. Dengan Dalihan Na tolu, adat Batak tidak memandang posisi
seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Dalam sebuah
acara adat, seorang Jenderal harus siap bekerja untuk melayani dan
mensukseskan ulaon keluarga pihak istri yang kebetulan seorang Kapten.
Itulah realitas kehidupan orang Batak yang sesungguhnya. Lebih tepat
dikatakan bahwa Dalihan Na tolu merupakan SISTEM DEMOKRASI Orang Batak
karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang universal.
Keharmonisan Adat Batak dalam Lingkaran Dalihan Natolu
Ada sebuah kalimat bijak yang mengatakan bahwa “Roda Kehidupan Akan Selalu Berputar“.
Setiap orang tidak selamanya diatas dan tidak pula selamanya dibawah
dalam seluruh perjalanan hidupnya. Begitulah filosofi “Roda Berputar“
itu telah melekat dan menyatu kedalam filosofi adat masyarakat Batak
yang domninan berasal dari Danau Toba Sumatera Utara..
Filosofi adat batak yang telah beratus tahun menjadi sebuah kearifan lokal masyarakat batak tersebut adalah Adat Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu
yang berarti tungku yang berkaki tiga merupakan filosofi kedua dalam
kehidupan masyarakat Batak setelah keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Mengapa berkaki tiga? Hal itu agar supaya terjadi sebuah keseimbangan
yang tetap menjaga keharmonisan hubungan dalam tungku kekeluargaan.
Ketiga istilah dalam Dalihan Na Tolu tersebut melekat pada diri
setiap orang Batak. Setiap orang Batak pada suatu waktu akan berposisi
sebagai salah satu diantara hula-hula, atau berposisi sebagai boru dan
atau berposisi sebagai dongan tubu. Hal itu tergantung sebagai apa
posisinya dalam adat pada waktu sebuah pesta adat dilaksanakan.
Contohnya pada sebuah acara perkawinan, saya akan berposisi sebagai
hula-hula terhadap saudara perempuan saya, namun dilain pihak saya
beserta istri juga akan berposisi sebagai boru terhadap saudara
laki-laki dari pihak istri. Dan saya akan berposisi sebagai dongan tubu
ketika saya bertemu dengan saudara yang semarga dengan saya.
Meskipun terlihat simple, namun ketika dirunut dalam sebuah pesta besar
maka akan sangat sulit dan hanya raja adat dan para orang tualah
biasanya yang sudah memahaminya dengan benar. Untuk prosesi pelaksanaan
acara adat, selalu disesuaikan fungsi seseorang dalam acara adat
tersebut. Terciptanya pola pikir demikian, karena relasi kekerabatan
ditata dalam sistem dalihan na tolu yang diwariskan turun temurun.
Apabila melanggar tatanan adat, berarti melanggar petuah leluhur yang
berarti pula menentang kehendak masyarakat sekitarnya yang tentu saja
dapat menjadi bahan pembicaraan, atau dikucilkan dari lingkungan
masyarakatnya.
Setiap orang Batak dalam sebuah pesta/acara adat pasti akan
berposisi diantara salah satunya yaitu mungkin akan melakoni sebagai
hula-hula, atau boru atau dongan tubu. Itulah sebabnya diawal saya
menyatakannya sebagai sebuah “roda yang berputar“ atau sebagai tungku
yang berkaki tiga. Dengan adat yang kompleks seperti itu, Tak salah jika
orang Batak disebut sebagai sebuah bangsa karena memiliki dan menjujung
adat Dalihan Na Tolu yang terkenal hingga keluar negeri.
Kearifan lokal adat Batak ini sampai sekarang masih tetap terjaga keharmonisannya ditengah keberagaman Indonesia. Bangso Batak selain menjaga keharmonisan Adatnya namun tetap mengutamakan nilai kebhinekaan Indonesia. Bahkan bangso batak
dapat dikatakan menjadi katalis yang menjadikan Indonesia juga terkenal
di dunia soal keragaman dan keunikan budayanya sehingga budaya lokal
batak tersebar kepenjuru dunia lewat orang-orang batak yang merantau.
Dengan demikian, kearifan lokal dalihan na tolu nyata memiliki
potensi kuat merajut hubungan dengan siapapun apalagi jika dijadikan
ciri khas dalam dunia kepariwisataan Indonesia terkhususnya Sumatera
Utara yang tentunya akan memancing wisatawan berkunjung.
Demikianlah tulisan singkat mengenai "Dalihan Na Tolu: Falsafah Hidup Orang Batak Yang Turun Temurun Sampai Hari Ini". Salam hormat kami untuk anda sekalian, Halak Hita. Horas. Tuhan memberkati.***
Sumber:
- Pengertian Dasar Dalihan Na Tolu (Informasi Batak Blogspot)
- Keharmonisan Adat Batak dalam Lingkaran Dalihan Natolu (Sosbud Kompasiana)
- Dalihan Na Tolu (Halaman Facebook)
- Foto (Google Image)
- Batak Pedia & Hidup Batak On Instagram
- http://batak-network.blogspot.co.id/2015/03/dalihan-na-tolu-falsafah-hidup-orang.html