Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
2. Marhori-hori Dinding/marhusip.
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3. Marhata Sinamot.
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta.
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
A.Kerabat marga ibu (hula-hula)
B.Kerabat marga ayah (dongan tubu)
C.Anggota marga menantu (boru)
D.Pengetuai (orang-orang tua)/pariban, Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5. Martumpol (baca : martuppol).
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja
b. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting).
Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :
A. Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis.
B. Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
C. Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan).
A. Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja).
B. Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja.
C.Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk
D.Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk.
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri.
Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
[a]. Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan. Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
9. Mangihut di ampang (dialap jual).
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
A. Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
B. Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
12. Paulak Une.
A. Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
B. Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.
13. Manjahe.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
A. Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru).
B. Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur).Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok.
Tata cara Berbicara (Ruhut-ruhut ni Pangkataion) :
1- Sebaiknya ditentukan lebih dahulu siapa juru bicara (parhata), agar dapat dia mengatur waktunya dan dipersiapkan apa yang akan dibicarakannya, karena kesiapan sangat menentukan kesuksesan pembicaraan. Biasanya parjambaran yang berbicara atas dasar kesepakatan.
2- Setiap akan berbicara sebaiknya berdiri apabila yang dalam acara tersebut lebih dari 30 orang (torop), dan suaranya seharusnya kuat agar semua dapat mendengar.
3- Sebaiknya bentuk kalaimat yang akan diucapkan sebaiknya dalam ketulusan, wajar dan dalam suasana kekeluargaan. Jangan ada dalam pembicaraan kita unsur-unsur negatif, seperti kasar, marah,mengkritik,juga humor ynag dapat menyinggung perasaan.
4- Berbicara jangan terlalu panjang, kata-kata jangan diulang-ulang, tidak terarah, menjaga waktu.
5- Apabila ada yang mengatakan hal yang tidak benar seharusnya diperbaiki dengan keramah tamahan dan lembut.
6- Bila mempergunakan Umpama, cukup 1 atau dua umpama, Dan sebaiknya umpama atau umpasa, diucapakan sesuai dengan aslinya, jangan dirobah .
7- Jangan sampai terjadi, yang pantas berbicara atau yang layak menerima Jambar hata (Yan pantas berbicara) tidak berbicara. Lebih baik singkat dari pada kurang.
8- Bila kebetulan ada seseorang yang terkemuka hadir dalam acara tersebut (Punguan), yang terpandang kedudukannya dimasyarakat atau dalam hal kepintaran dan pengalaman sebaiknya diusahakan agar diberi kesempatan berbicara.
9- Sebelum acara ditutup atau paampuhon tu suhut (Acara ditutup oleh pihak yang mempunyai hajat (Hasuhutan). Kalau masih ada waktu sebaiknya ditawarkan juga pada orang yang ingin berbicara..
Yang perlu diperhatikan:
1-Tentang Raja Parhata (Juru bicara):
Dalam semua acara Adat yang besar seperti (marhata sinamot, marunjuk, mangadaton/ mangadati, mangopoi jabu, mamestahon tambak ni ompu) dll, selalu ada juru bicara/ pande hata dari yang punya acara(hasuhutan), rapat yang singkat dengan sabutuhanya untuk menetapkan siapa diantara mereka yang memimpin acara (raja parhata) dalam rapat tersebut kurang lebih begini dialoknya:
Protokol pihak punya hajat memulai:
”Hamu angka haha doli dohot anggidolinami, ia dihita pomparanni ompu…… nunga tahasomalhon, molo masa dihita pomparan ni omputa paitonga ulaon songon na taadopi sadarion, ba hamu hahadoli manang anggidoli ma gabe raja parhata. Nuaengpe, ba mardos ni tahi ma hamu hahadoli dohot anggidolinami manang na ise bahenon muna na gabe raja parhata sian hamu. Botima.”
(artinya: Kalian Haha doli dan Anggi doli kami, kita sudah membiasakan kalau ada pesta, seperti yang kita hadapi sekarang, maka salah satu dari Haha doli atau Anggi doli yang menjadi juru bicara/ raja parhata , botima)
Jawaban dari pihak hahadoli:
”ido tutu anggi doli,toho do na nidokmi, jadi ala hami do na baruon gabe raja parhata di ulaon muna parpudi, ba ianggo sadarion sian anggi dolita ma na gabe raja parhata, botima.”
(artinya: Benar itu Anggi doli apa yang engkau katakan, tetapi karena kami dahulu yang menjadi raja parhat pada pesta mu, maka sekarang giliran Anggi doli kitalah yang menjadi raja parhata, botima)
Jawaban dari pihak anggidoli:
”tutu doi, haha doli na nidok munai. Ba hami pe atong ndada manjua disi, rade do hami nagabe raja parhata.”
(artinya: Benar itu Haha doli apa yang kau katakan itu, kamipun tidak menolak untuk menjadi raja parhata)
(setelah itu menghadaplah dia pada kumpulan saompunya lalu dia mengutarakan penawaran tersebut) Nunga sude hita mambege hatai.Jadi nuaeng, ba ise ma sian hita na gabe parhata?.: biasanya yang terpilih adalah yang pandai berbicara )
2- Umpama serta Umpasa.:
Bagi Orang Batak sangatlah penting Umpama dan Umpasa tersebut disetiap acara-acara adat, terutama sewaktu acara formal dlm permufakatan.(marhata-sidenggandenggan).
Karena didalam pembicaraan tersebut sangatlah diutamakan kasih sayang tanpa menyinggung perasaan dari pihak manapun karena didalam umpama dan umpasa penuh dengan unsur-unsur kesopanann dan perumpamaan yang sangat indah dan sangat mudah dimengerti semua pihak makna yang dikandung perumpamaan dan umpasa tersebut. Dan meninggalkan kesan bagi yang mendengarnya.
Misalnya untuk menasihati seseorang:
„Ua jolo tangkas ma pingkiri hata sidohononmu”, itu sebenarnya sudah baik tetapi lebih tepat dn berkesan kalau diucapkan ditambah dengan umpama:“
Niarit lili bahen pambaba, Jolo nidilat bibir asa nidok hata;
Begitu juga kalau menunjukkan kebenaran suatu perbuatan misalnya:’Ikon patut do tongtong pasangapon jala oloan hulahula“, dan lebih berkesan kalau dimtambah dengan umpasa yang telah dibuat oleh orangtua dahuli sebagai berikut:
Lata pe na lata, duhutduhut do sibutbuton, Hata pe nahata, pangidoan ni hulahula do situruton.
Dibawah ini disertakan beberapa contoh-contoh yang berkaitan dengan umpama serta Umpasa sebagai berikut:
1- mengenai guna Adat dengan Hukum nya:
Sinuan bulu, sibahen na las, Sinuat adat dohot uhum, sibahen na horas;
2- Mengenai kewajiban mengikuti Adat:
Omputa raja di jolo martungkot sialagurdi, Angka nauli tinonahon ni angka omputa parjolo, siihutonon nihita parpudi
3- Maengenai kepatuhan pada Raja dan menghormati Hulahula:
Barisbaris ni gaja dirura pangaloan, Molo marsuru raja da ido si oloan.
Dijolo raja aipareahan, Dipudi sipaimaon
4- Mengenai Janji (padan)
Habang ambaroba, paihutihut rura, Padan naung nidok, ndang jadi mubauba.
5- Mengenai Harta warisan (arta Teantanan):
Niarit tarugi porapora, Molo tinean uli, ingkon teanon do dohot gora.
6- Mengenai Piutang dan Utang:
Jolo binarbardo sumban, asa binarbar pardingdingan, Jolo ginarar do utang, asa tinumggu parsingiran.
Molo mauas haluang,laho ma tu dangirdangir, Molo nunga diudean parutang, ndang margogo be parsingir;
7- Mengenai Rumah tangga:
Butarbutar mataktak, butarbutar maningkii, Molo mate hahana, anggina ma maningkii;
Ndang boi dua pungga saihot ( maksudnya tidak bisa dikawini dua laki-laki yang satu bapa satu ibu perempuan sebapa seibu)
Ansuan sisadasada, pago di panguaan, Sisamudar sisamarga, tongka masibuatan.
Sidangka ni arirang, Na so tupa sirang.
8- Mengenai permusuhan:
Ndang boi bingkas bodil so jolo sampak aek. ( maksudnya: kalau tidak ada sebab)
Pisang na marsantung ndang tabaon.
(maksudnya: Orang yang telah bersembah/bersujud dan menyerah tidak boleh dibunuh. Begitujuga halnya marboruboru yang sedang hamil, tidak boleh dibunuh).
9- Mengenai hukum(Uhum):
Panggu maniktihi, hudali mangula saba;
Molo baoa do magigi (ndiniolina), ba simago ugasanna.
Sidangka sidangkua, tu dangka ni singgolom,
Na sada gabe dua natolu gabe onom, utang ni sipahilolong.
Sineat niraut, gambiri tat daonna.
(Maksudnya: kalau ada orang menghina temannya serta ada niat berdamai/minta maaf , harus memotong hewan untuk dimakan oleh yang dihina beserta raja dan teman sekampung.)
Pat ni lote tu pat ni satua;
Sai mago do pangose, mamora na niuba
Na tartolon jabu, anak ni manuk daonna.
(maksudanya: tartolon jabu = kesasar dia memilih tempat tidurnya, sehingga pergi ketempat tiduk adik perempuannya (isteri adiknya) atau ipar (isteri saudara laki dari isterinya), masalah ini dahulu sering trejadi karena rumah zaman dahulu tidak mempunyai kamar-kamar. Malahan dalam satu rumah ada samapai 5 rumah tangga bahkan lebih. Dan Lampu pada malam hari dipadamkan.
Jadi jangan sampai terjadi perkelahian diantara yang bersaudara maka harus mengakui kesalahan (ma na tolon jabu) dengan memotong hewan (Ayam) untuk dimakan seisi rumah.
Hinurpas batu, sinigat oma;
Molo ro tuhas, gana ma daonna.
10- Memberi Nasihat :
Molo litok aek ditoruan, tingkiron ma tu julu.
Unang songon taganing marguru tu anakna.
Tiniptip sanggar bahen huruhuruan;
Jolo siningkun marga asa binoto partuturan
Tentang pengucapan Umpasa;
a) Kalau kita hendak mengucapkan umpasa terlebih dahulu dikatakan:”Sai dilehon Tuhanta pardenggan basa i ma di hamu songon nani dokni umpasa on,”
b) Siapa yang layak mengucapakan umpasa Pasu-pasu?
Biasanya dahuu hanya pihak hula-hula yang mengucapkan umpasa pasu-pasu kepada parboruonnya, orang tua kepada anak-anaknya, abangan kepada adik-adiknya, jadi tidak boleh pihak boru mengucapkan umpasa pasu-pasu kepada hula-hulanya. Tetapi kalau keadaan sangat perlu boleh saja asalkan didahului dengan ucapan sbb:”Santabi di hula-hula nami, ndada na naeng mamasumasu hami rajanami ia hudok pe angka umpasa annon songon tangiang pangidoan nami doi tu Tuhanta,”.
(artinya: Maaf kan kami Hulahula kami, tidak ada maksud kami untuk mamasu-masu raja kami, kalaupun ada kata umpasa yang saya tuturkan itu adalh sebagai do’a memohon kepada Tuhan adanya). Setelah itu diucapakn umpasa tersebut.
Tetapi didalam pangampuan tidak perlu mengatakan sesuatu permohonan maaf untuk mengucapakna umpasa pasu-pasu seperti:
· Tur-tur ma inna anduhur, tio ninna lote
Angka pasupasumuna i sai unang muba unang mose.“
c) Selayaknya pengucapan umpasa harus teratur .Kalau banyak umpasa yang akan diucapkan, harus dijaga keterarturan dalam pengutaraannya jangan diucapkanumpasa seperti:
· Andor hadupang togutogu ni lombu;
Sai sarimatua ma hamu sahat tuna mangiringngiring pahompu. Setelah itu dilanjutkan pula dengan umpasa :
· Giringgiring gostagosta;
Sai tibu ma hamu mangiringngiring jala mangompaompa, Urutan umpasa dalam pengucapan tidak tepat lagi.Sebaiknya seperti yang tertera dibawah ini:
1-Umpasa untuk harapan agar kokoh dan rukun rumah tangga sbb:
· Bagot na mararirang ditoruna panggongonan,
Badan muna ma na so ra sirang, tondimuna masigonggoman.
2- Umpasa untuk keturunan yang banyak (hagabeon):
· Bintang ma na rumiris tu ombun na sumorop;
Anak pe dihamu sai riris, boru pe antong torop.
3- Umpasa agar mempunyai harta/kekayaan (Maradong):
· Urat ni nangka ma tuurat ni hotang;
Batudia pe hamu malangalangka, ba sai disi ma hamu dapotan.
4- Umpasa agar selalu Tuhan bersama mereka :
· Eme sitambatua parlinggoman ni soorok;
Dilehon Tuhanta ma di hamu tua jala sai hotma hamu diparorot.
5- Umpasa Penutup:
· Sahatsahat ni solu sahat ma tu bontean;
Sahat ma hamu leleng mangolu,
Sahat tu parhorasan dohut tu panggabean.
d- Sering juga diucapkan kepada pihak hulahula kata permintaan:
”Sai manumpak ma tondi muna, manuai sahalamu dihami parboruon muna“.
Kalimat ini dahulu adalah sesuatu permintaan yang sering diajukan kepada pihak hulahula kerna dahulu ada perumpamman bahwa hulahula adalag tuhan yang nampak. Tetapi sekarang setelah orang batak sudah mengenal Agama dan Tuhan Yang satu maka kata permintaan tersebut diatas tidak dipergunakan lagi,tetapi tidak secara keseluruhan dihapus ada sebagian yang ditiadakan dan diganti sesuai dengan perkembangan orang batak yang sudah mengenal Tuhan,Tuhan sajalah yang berhak memberi „Tua“.
Adapun kata permintaan pada pihak hulahula diucapkan sebagai berikut:
„ Sai manumpak ma tondimu manuai sahalamu marhite tangiangmuna mangido pasupasu sian Tuhanta dihami parboruon muna“
e- Jangan terlalu mengotot.
Sewaktu membicarakan mahar/beli (sinamot), parjambaran serta yang berkaitan dengan acara tersebut sering ada yang terlalu mengotot untuk mempertahankan kehendaknya atau kebolehannya (nabinotona) atau yang sering dilakukan didaerahnya. Sekarang hal seperti itu tidak lagi pantas dilakukan. Ini yang perlu diingat:
a- Saling mencintai dan menyayangi yang harus ditonjolkan ini sebagai dasar adat yang baik.
b- Sekerang tidak ada lagi yang menguasai/ mengerti dengan pas mengenai adat secara 100 %, oleh karenanya alangkah baiknya saling pengertian.
c- Jadi kebiasaan dimana dilaksanakan acara (pesta) dilaksanakan:“ Solup na didapot do, parsuhathonon.”
f- Haruslah kita ingat pada pesan-pesan”Dalihan Na Tolu” dari orang-orang tua kita yang terdahulu.yaitu:
a. Hati-hati sesama semarga, “Manat mardongan tubu”
b. Lemah lembut pada pihak boru;”Elek Marboru,” serta
c.. Sujud pada pihak hulahula “Somba marhulahula”
d. Juga harus sopan berbicara, dan jangan terlalu rakus (hisabhu) pada makanan yang disajikan. Sehubungan dengan pesan dan petuah-petuah dari orang-orang tua dahulu adalah:
1) Pangkuling hasesega, papangan hasisirang.“
2) Ndada ala ni godangna umbahen na didapothon, ndada ala ni otikna umbahen na tininggalhon.
3) Hata mamunjung hata lalaen,hata torop sabungan ni hata.
4) Tuat siputi, nangkok sideak.
5) Ia i na umuli, i ma tapareak’
6) Niarit lili mambahen pambaba
7) Jolo nidilat bibir asa nidok hata.
g-Yang perlu diingat pada penyampaian atau mengucapkan tudutudu ni sipanganon,atau sewaktu penyampaian( acara) Upa-upa.:
Sewaktu penyampaian Tudutudu ni sipanganon dan upaupa harus dipegang tepi piring (pinggan) oleh kedua belah pihak baik si pemberi maupun sipenerima
h- Berdoa:
Kalau kita dari pihak hasuhutan (tuan rumah) jangan lupa memulainya dengan berdoa agar hajat kita terlaksana dengan baik dan diselalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Filsafat Batak disetiap pekerjaan Adat Batak:
1- Filsafat tentang “Juhut ni boru” : Mengikuti adat Batak “Hosa do alini hosa” artinya kalau kita mengambil yang bernyawa maka kita akan mengembalikan dengan yang bernyawa pula. Jadi kalau kawin anak kita laki-laki maka dia akan meminang anak perempuan dari marga lain (kalau menurut hukum diatas maka akan diganti pula dengan orang) tetapi itu mustahil maka digantilah dengan hewan (Kerbau, lembu atau kambing dan bagi yang beragama Keristen Babi), jadi hewan itu menjadi ganti tubuh/daging dari anak perempuan yang kita ambil (lamar).
Karena itulah dinamakan “ mangan juhut ni boru, dan itupula sebabnya siwanita tersebut tidak boleh memakan daging tadi, begitu juga pihak laki-laki tidak ikut sebagai parjambar.
2- Filsafat tentang “Hagabeon,Hasangapon,Hamoraon”:
Ada tiga nasihat/ pesan yang harus diingat masyarakat Batak, sehubungan dengan Dalihan Natolu yaitu
I- Manat mardongan tubu: artinya kalau kita ingin dihormati, maka hendaknyalah kita hati-hati, maksudnya panggillah Bapak (amang) kepada tingkatan Bapak (sai paramaon), Abang (hahang) kepada tingkat abang (parhahaon), Adik (anggia) kepada tingkat adik (si paranggion). Jangan selalu memposisikan diri kepada yang tidak patut, meskipun kita sudah kaya atau berpangkat, seperti dalam suatu acara meskipun kita sebagai haha partubu kalau masih ada didalam acara itu tingkatan Bapak (Bapak Uda), maka sepantasnya-lah kita harus mendahulukan beliau untuk berbicara (pajolohon).
II- Somba marhula-hula artinya: kalau kita hendak bahagia atau mempunyai anak cucu yang banyak dan baik (gabe), maka hormatlah marhula-hula (prinsip ini samapai sekarang masih tetap dijalankan orang batak). Pada Zaman dahulu orang batak beranggapan bahwa ditangan Hula-hula itulah hagabean.
III- Elek ma Boru, artinya: kalau mau kaya (mamora), lemah lembutlah pada boru, maksudnya: Jangan sekali-kali boru (hela) seenaknya saja menyuruh seperti menyuruh anak-anak atau dipaksa disetiap/ sembarang waktu dan dalam segala hal. Ataupun dibentak sesuka hati, hal itu tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Yang seharusnya adalah harus kita membujuk dengan kata-kata yang menyejukkan untuk menyuruhnya. Kalaupun pihak boru menolak karena sesuatu hal dapat diterima akal jangan marah dan mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh. Kalu kita elek marboru bagaimanapun pihak boru tidak akan tega sampai hati menolak kita, dan boru tidak akan membiarkan kita susah, dan kita sebagai pihak hula-hula selalu diposisikan di tempat yang terhormat. Inilah yang dinamakan kekayaan yang sebenarnya.
Source:
https://toguturnip.wordpress.com
Opungta sijolojolo tubu